Minggu, 29 Mei 2011

Iman dan Amal Sholeh, Faktor Menggapai Kehidupan Bahagia

Ketenangan hati, kebahagiaannya dan hilangnya kegundahan adalah keinginan setiap orang. Dengan itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan tenteram dapat dicapai. Dan untuk mendapatkan itu semua ada beberapa faktor yang harus dipenuhi. Ada faktor diniyah (keagamaan), faktor alami dan faktor amaliah (amal, pekerjaan). Hanya orang-orang mu’min saja yang mampu memenuhi tiga faktor tersebut. Adapun selain orang-orang mu’min, maka, kalaupun dari satu segi, sebagian dari faktor-faktor tersebut dapat dicapai dengan jasa dan usaha para cendekiawan mereka; akan tetapi banyak segi-segi lain yang lebih bermanfaat, lebih kuat dan lebih baik -baik jangka pendek atau jangka panjang- yang tidak mampu mereka dapatkan

Faktor paling penting dan paling mendasar untuk menggapai bahagia adalah: Iman dan amal shalih. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh-nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl: 97)

Dalam ayat ini Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberitakan dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpulkan antara iman dan amal shalih untuk mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan balasan yang baik pula di dunia dan akhirat.

Sebabnya sudah jelas, karena orang yang beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan iman yang benar yang dapat membuahkan amal shalih dan dapat memperbaiki kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan keduniaan dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan. Kemungkinan baik yang mendatang-kan kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan bu-ruk yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan kesedihan.

Kebahagiaan dan kesenangan mereka sambut dengan menerimanya, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Dan bila mereka berhasil menerima dan mempergunakannya dengan cara semacam itu, maka akan timbullah sebagai buahnya –dari akumulasi suka cita dan keinginan untuk mempertahankan kebera-daan dan keberkahan nikmat tersebut serta harapan untuk memperoleh pahala syukur– hal-hal besar lainnya yang kebaikan dan keberkahannya melebihi kebahagiaan dan kesenangan yang pertama.

Begitu pula dengan cobaan, kemudharatan, kesempitan dan keruwetan. Yang mampu dia atasi dia pecahkan, yang hanya dapat dia minimalisasi dia lakukan dan yang tidak boleh tidak harus dia hadapi dia hadapi dengan kesabaran. Dan sebagai dampak dari akumulasi ‘kemampuan meng-hadang ujian plus percobaan dan kekuatan’ juga akumulasi dari ‘kesabaran plus pengharapan akan pahala’ maka mereka akan mendapatkan hal-hal besar lainnya yang dengan hal-hal tersebut semua ujian dan cobaan apapun tidak akan terasa bahkan akan berubah menjadi kese-nangan dan harapan-harapan baik serta keinginan untuk mendapatkan karunia dan pahala dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Seperti yang diungkapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, beliau bersabda, yang artinya: “Sungguh luar biasa urusan seorang mu’min itu. Sesungguh-nya setiap urusannya (akan mendatangkan) kebaikan. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan untuknya. Bila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu adalah kebaikan untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapa pun kecuali untuk seorang mu’min.” (HR: Muslim)

Dalam hadits ini Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa seorang mu’min akan dilipat-gandakan kebaikannya dan buah amal-amalnya dalam kondisi yang dia hadapi, dalam kondisi nikmat atau musibah.

Oleh karena itu, anda bisa mendapati dua orang yang mendapatkan ujian yang sama atau nikmat yang sama, tetapi ternyata, keduanya berbeda dalam cara mengha-dapinya. Hal itu kembali pada perbedaan keduanya dalam kualitas iman dan amal shalihnya.

Yang satu dapat menghadapi kondisi nikmat atau musibah dengan syukur dan sabar, sehingga dia merasa senang dan suka cita. Sementara kesumpekan, keruwetan, kegundahan, perasaan sempit dada dan kesulitan hidup juga akan hilang, dan akhirnya dia bisa mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini.

Adapun orang satunya lagi, dia sambut kondisi nikmat dengan keangkuhan, menolak kebenaran dengan kezha-liman, sehingga moral dan tingkah lakunya menjadi melenceng. Dia sambut kondisi nikmat itu seperti hewan, dengan penuh tamak dan loba. Walaupun demikian, hatinya tetap tidak merasa tenang bahkan terasa seperti dicabik-cabik dari segala penjuru. Dia khawatir kalau apa yang dia nikmati hilang, dia khawatir akan banyaknya tantangan-tantangan yang timbul menghadangnya, dia khawatir dan tidak tenang. Karena hawa nafsu itu tidak akan berhenti pada batas tertentu, tapi dia akan terus ingin mendapatkan yang lainnya lagi yang barangkali bisa dia raih, bisa juga tidak. Kalau berhasil diraih, kekhawatiran-kekhawatiran yang pertama tadi akan menghampirinya. Dia juga akan sambut musibah yang menghadangnya dengan kegoncangan, kegundahan, rasa takut dan jengkel. Bila sudah demikian, jangan tanyakan lagi bagaimana dia akan ditimpa kesulitan hidup, ditimpa penyakit-penyakit saraf dan perasaan takut yang mengkhawatirkan. Karena dia saat itu tidak mengharapkan pahala dari Allah dan tidak punya kesabaran yang dapat menghibur dan membuat penderitaannya berkurang.

Hal di atas dapat kita saksikan sendiri dalam kenyataan. Bila anda renungi kondisi orang-orang sekarang ini, anda akan melihat bahwa perbedaan yang besar antara seorang mu’min yang bekerja dan bertindak dengan konsekwensi keimanannya dengan yang tidak demikian, yaitu bahwa agama itu sangat mendorong dan menganjurkan agar orang bersifat qona’ah (menerima) dengan rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala, karunia dan kemurahanNya yang bermacam ragam.

Seorang mu’min –bila ditimpa penyakit, kefakiran dan berbagai musibah yang dapat menimpa setiap orang– dengan keimanannya, juga dengan sifat qona’ah dan kerelaannya atas apa yang diberikan Allah kepadanya, dia akan tetap terlihat tenang. Hatinya tidak menuntut men-capai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada di atasnya. Dan barangkali kebahagiaan, kesenangan dan ketenangannya melebihi orang yang berhasil meraih tuntutan-tuntutan duniawinya tetapi tidak qana’ah.

Sebagaimana anda juga dapat menyaksikan orang yang bertindak dan beramal tidak sesuai dengan konsekwensi keimanan, bila ditimpa sedikit kekurangan atau tidak ber-hasil meraih sebagian tuntutan duniawinya, dia merasa di puncak kesengsaraan dan kesusahan. Contoh lain, apabila terjadi hal yang menakutkan atau hal-hal yang mengganggu lainnya, anda akan lihat bahwa orang yang benar iman-nya, hatinya kuat, jiwanya tenang, dia mampu mengurus dan menjalani apa yang menimpanya dengan kemampuan pikiran, perkataan dan amalnya. Semua itu akan memper-kuat dirinya bila berhadapan dengan gangguan atau musibah yang menimpanya. Kondisi semacam inilah yang dapat menenangkan manusia dan menguatkan hatinya.

Sebaliknya kondisi orang yang tidak mempunyai iman, bila terjadi suatu hal yang menakutkan, hatinya gundah, urat sarafnya menegang, pikirannya kacau, rasa takut dan khawatir masuk ke dalam dirinya. Berkumpullah pada diri-nya perasaan takut dari luar dengan kegoncangan batinnya yang sulit untuk diketahui hakikatnya. Orang dengan tipe semacam itu –bila tidak didukung faktor-faktor alamiah dengan banyak latihan– akan kehilangan semangat dan stres. Sebab dia tidak mempunyai iman yang dapat mendorongnya bersikap sabar, khususnya dalam kondisi-kondisi tegang dan menyedihkan.

Orang baik dan orang jahat juga orang mu’min dan orang kafir, sama-sama berpotensi untuk belajar dan bisa berani. Juga sama-sama mempunyai potensi kejiwaan yang dapat melunakkan dan meringankan hal-hal yang menakut-kan. Hanya saja, seorang mu’min mempunyai keunggulan dengan imannya, kesabaran dan tawakkalnya kepada Allah serta harapannya untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal-hal inilah yang menambah rasa keberaniannya, memperingan beban takutnya juga me-ringankan musibah yang menimpanya. Seperti difirman-kan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderita-nya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS: An-Nisa’: 104)

Selain itu dia akan mendapatkan pertolongan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan ‘kebersamaanNya’. Dan hal itu dapat menghancurkan perasaan takutnya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Anfal: 46)

Termasuk di antara faktor-faktor yang dapat menghilangkan kesedihan, musibah dan kegoncangan hati adalah: Berbuat baik kepada makhluk, baik dengan per-kataan, perbuatan dan berbagai macam perbuatan baik lainnya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menolak kesedihan dan musibah dari orang shalih dan orang yang jahat sesuai dengan perbuatan baik yang dilakukan. Hanya saja bagi seorang mu’min akan mendapatkan porsi yang lebih sempurna. Dan yang membedakan seorang mu’min dari yang lainnya, bahwa kebaikan yang dia lakukan didorong oleh keikhlasan dan harapan mendapatkan pahala dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal itu memudahkan baginya mendapatkan kebaikan yang dia inginkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga akan menolak hal-hal yang tidak dia sukai karena berkah keikhlasan dan harapan mereka akan pahalaNya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS: An-Nisa’: 114)

Dalam ayat ini, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menginformasikan bahwa hal-hal yang disebutkan tadi semuanya akan bernilai kebaikan bagi orang yang melakukannya. Dan sebuah kebaikan biasanya mendatangkan kebaikan serta menolak keburukan. Seorang mu’min yang hanya mengharapkan pahala Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan mendapatkan balasan yang besar yang di antaranya adalah dalam bentuk hilangnya kesedihan, musibah, dan hal-hal yang mengganggu lainnya.

Sabtu, 27 November 2010

Sejarah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

A. MADINAH DAN KEDATANGAN ISLAM
1. Keadaan Masyarakat Madinah Sebelum Hijrah Nabi Saw
Mekah berpenduduk bersuku-suku, bila dilihat karakteristik budaya dan agama memiliki sifat yang relative seragam (homogen), yaitu sebagai penyembah berhala, sedangkan wilayah madinah (saat itu masih disebut Yatsrib) memiliki penduduk yang berasal dari berbagai suku dan telah didominasi oleh kekuatan agama dan suku tertentu yaitu Yahudi.
Yahudi (Bani Nadhir, Qoinuqa, dan Quraidzah) secara mayoritas telah menguasai system pertanian dengan baik (khususnya perkebunan kurma dan gandum), dan perdagangan, pertukangan serta keuangan.
Sementara myoritas bangsa Arab yang lebih dulu berdomisili di wilayah ini, khususnya Aus dan Khajraz dalam perekonomian, kepercayaan dan keagamaan sebagian besar telah bergantung pula pada kekuatan Yahudi.
Yatsrib sebagai suatu wilayah yang strategis menjadi wilayah perebutan antara penduduk setempat (bangsa Arab khususnya Aus dan Khajiraz) dan pendatang (bangsa Yahudi). Perebutan ini disebabkan kondisi geografiss wilayah ini yang memiliki sumber air yang cukup melimpah serta kondisi tanah yang subur. Bukitnya dihimpit oleh dua dataran tinggi al-basith (kerikil-kerikil hitam) dan terpisahnya oleh oase-oase Quba, Sineh, Ratij dan Huseikhah.
Kaum Yahudi Madinah teralah berasa dan menempati wolyah yang sangat subur untuk pertanian terutama daerah Harrah Waqim yang berada disebelah timur Madinah. Walaupun demikian, mereka masih berusaha untuk menguasai seluruh kawasan tanah pertanian yang subur, tetapi usaha mereka terganjal oleh keberadaan suku Aus dan Khajraz yang juga menguasai beberapa kawasan yang subur. Untuk menjatuhkan dan mengusir bangsa Arab Yatsib, kaum yahudi mengadu domba suku Aus dengan Khajraz.
Akibatnya terjadi perang saudara yang hebat dan perkepanjangan antara suku Aus dan Khajraz sekitar 617-618 atau lima tahun sebelum Nabi saw hijrah ke Yastrib dan perang ini dikenal Perang Buats. Ketika itu suku Aus yang memiliki kekuatan lebih besar karena mendapat dukungan dari Yahudi Nadhir dan Quraidzah dapat mengalahkan suku Khajraz. Pada musin haji tahun itu, Rasulullah saw mencoba menarik simpati kaum Khajraz, tetapi mereka menolaknya. Sebaliknya suku Aus justru menaruh simpati pada ajakan Nabi saw sehingga melalukan perjanjian Aqibah I dan II.
Isi perjanjian Aqobah I dan II adalah sebagi berikut:
a. Hendaklah kalu sekalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya
b. Janganlah kamu mencari, melakukan perzinahan, membunuh anak-anak, berdusta dan berbuat kedustaan dan menolak perkara yang baik.
c. Hendaklah kamu mengikuti perintah Allah baik itu waktu susah maupun di waktu senang.
d. Hendaklah kamu mengikuti perintah Allah swt baik dengan paksa maupun tidak
e. Janganlah kamu merebut sesuatu perkara dari ahlinya.
f. Hendaklah kamu mengatakan kebenaran dimanapun kamu berada, dan janganlah takut atau kuatir dalam menjalankan agama Allah swt.
Perang Buats yang terjadi antara Aus dan Khajraz, karena persengketaan tanah dan adanya rekayasa dari kaum Yahudi, telah membangkitkan mereka untuk melakukan pencarian perdamaian dan mendorong suku Aus dan Khajraz untuk menerima kehadiran Islam, karena Islam dalam pandangan penduduk Yatsrib sebagai lambang persaudaraan dan kedamaian.

2. Strategi Nabi Muahammad saw dalam Menciptakan Stabilitas Keamanan Masyarakat Madinah
a. Membangun Masjid sebagai Pusat Kegiatan
Pada saat Nabi hijrah, sebelum sampai ke Madinah, Nabi singgah di Quba dan di Quba Nabi membangun mesjid pertamanya yang diberi nama Mesjid Quba.
Sesampainya di Madinah, Nabi membeli sebidang tanah yang dimiliki dua anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail bin Amar melalui walinya yang berbama Ma’ad bin Afra, dan ditempat itu dibangun masjid yang diberinama Masjid Nabawi dan disebelahnya dibangun rumah tinggal Nabi Muahmmad saw.
Mesjid Nabawi berfungsi sebagai tempat beribadah kepada Allah swt, sebagi pusat kegiatan belajar mengajar, mengadili perkara yang muncul di masyarakat, tempat bermustawarah, tempat member pengumuman, perintah penting (komando), dan pusat politik dan pemerintahan.
b. Membina Persatuan Umat Islam
Nabi Muhammad saw mempersaudarakan kaum muslimin dengan cara mempersaudarakan (muakhkhah) kaum MUhajirin dengan Ansor. Dengan persaudaraan ini terciptalah masyarakat muslim yang saling membantu, ada yang berdagang dan ada yang bertani.
Kepedulian golongan Ansor terhadap Muhajirin yang begitu besar meliputi berbagai bidang kehidupan seperti menyediakan temapt tinggal, member makan, mencarikan lapangan kerja, memberikan dan mencarikan modal usaha, membagi tanah dan lading untuk dibangun rumah atau untuk bertani, melatih bertani, menyediakan bahan dan pembantu pembangunan rumah, memberikan dan mencarikan jodoh dll.
c. Membina Persatuan Antarumat Beragama dalam Bermasyarakat dan Bernegara.
Tujuan utama kedatangan Nabi Muhammad saw ke Madinah adalah menciptakan perdamaian bagi suku-suku yang selama ini terus bertikai.
Yahudi dan suku-suku lainnya telah diberi kelebihan, baik dalan posisi ekonomi maupun politik disekitar wilayah Madinah. Kenyataan ini telah mendorong Rasulullah untuk melakukn suatu kesepakatan dengan suku-suku atau kelompok agama di luar Islam agar mereka hidup rukun dan saling menolong dalam kehidupan sosial, politik dan budaya, sehingga terciptanya stabilitas keamanan di mdinah terutama untuk menghadapi ancaman musuh dari luar Madinah.
Ajakan Nabi Muhammad saw disambut baik oleh sebagian besar ketua suku dan agama di luar Islam, terutama Yahudi untuk membentuk kerja sama social dan politik dalam sebuah perjanjian yang dikenal Piagam Madinah. Isi perjanjian itu diantaranya:
1) Bahwa penduduk Madinah dan kaum Yahudi hidup damai dengan kaum Muslimin dan masing-masing mempunyai kebebasan beragama dan berpolitik
2) Setiap kaum mem’punyai hak untuk menghukum anggota kelompoknya yang melakukan pelanggaran serta melindungi keamanan kepada anggoptanya yang patuh
3) Semua warga Madinah baik kaum Muslimin, suku lainnya, maupun kaum Yahudi wajib bahu membahu, tolong menolong, dan bekerja sama dalam menangkis serangan musuh terhadap kota Madinah
4) Bahwa Yatsrib adalah kota suci yang wajib dihormati bersama yang terkait dalam perjanjian ini, jika ,terjadi perselisihan yang memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, diserahkan kepada Rasulullah sebagai pemimpin warga kota Madinah.
Langkah Nabi Muhammad saw selanjutnya adalah membangun masuyarakat melalui kegiatan perekonomian dengan memberdayakan sector pertanian, peternakan dan perdagangan serta sector lainnya yang mendukung terciptanya masyakarat yang adil dan sejahtera.


B. NABI MUHAMMAD MEMBANGUN MASYARAKAT MADINAH
1. Mengembangkan sektor pertanian, diantaranya:
a. Membuka lahan-lahan baru
b. Mengangkat sahabat yang ahli sebagai penyuluh pertanian
c. Membuat kebijakan tentang pertanian
d. Membagikan tanah rampasan perang dan membangun irigasi
e. Memberikan motivasi tentang keutamaan profesi di bidang pertanian
2. Mengembangkan sektor perdagangan, diantaranya:
a. Membangun pasar
b. Mengawasi kegiatan di pasar dan mengangkat pengawas pasar
c. Menciptakan tata kota yang mendukung sector perdagangan
d. Memberikan motivasi tentang keutamaan profesi dagang
3. Memberdayakan sumber ekonomi lain
Sumber ekonomi lainnya yang paling dominan memberikan kontribusi bagi masyarakat Islam seperti hasil-hasil harta rampasan perang seperti ghanimah dan fa’I, Penduduk wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan, mereka harus membayar dana wajib atau Jizyah terhadap pemerintah Madinah secara rutin berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, mereka adalah orang-orang kafir dzimmi (orang kafir yang berdomisili di wilayah kekuasaan Islam patuh terhadap aturan Negara islam. Aturan Zakat yang telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi bila dilihat dari fungi dan peranannya dalam kehidupan masyarakat, teritama kelas bawah
Perputaran harta dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk kelas bawah sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi para anggota masyarakatnya dengan adil, baik secara lahiriah mupun batiniyah.

C. IBARAH DARI MISI NABI MUHAMMAD MEMBANGUN MASYARAKAT DI MADINAH
1. Untuk memimpin suatu masyarakat, seorang pemimpin harus mengetahui dan memahami keadaan dan karakteristik masyarakat yang dipimpinnya.
2. Untuk memimpin suatu masyarakat, seorang pemimpin harus mengetahui dan memahami apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dipimpinnya.
3. Islam tidak hanya mengajarkan untuk hidup sejahtera di akhirat tertapi mengajarkan juga bagaimana meraih kesejahteraan hidup di dunia, seperti mengembangkan segi perekonomian masyarakat.
4. Sebelum membangun perekonomian, hal yang harus dilakukan seorang pemimpin adalah menciptakan stabilitas keamanan negara. Sebab apabila Negara dalam keadaan kacau, pemerintah akan sulit membangun perekonomian masyarakat.
5. Untuk menciptakan stabilitas keamanan, langkah-langkah yang harus ditempuh diantaranya adalah mendirikan pust pemerintahan, membina persatuan dn persatuan umat, membangun sikap toleransi berbagai komponen bangsa yang berbeda-beda dalam hidup berbangsa dan bernegara.
6. Perekonomian adalah salah satu aspek penting dalam membangun suatu masyarakat yang adil dan sejahtera
7. Seorang pemimpin harus dapat memberdayakan seluruh kemampuan masyarakatnya dalam membangun bidang perekonomian, dengan membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta mengoptimalkan seluruh sumber daya, baik manusia maupun alam.

D. MENELADANI SEMANGAT PERJUANGAN NABI MUHAMMAD SAW, diantaranya:
1. Nabi Muahmmad saw sebagai Rahmatan Lil Alamin yang membawa kebaikan bagi seluruh alam, artinya dimanapun kita berada kita harus membawa kebaikan dan manfaat bagi semua yang ada disekitar kita.
2. Kita harus meneladani Nabi Muhammad saw sebagai pembawa kedamaian dengan turut serta menciptakan suasana yang damai, aman dan tertib di rumah, di sekolah, dimasyarakat maupun dlam bernegara.
3. Sebagai pembawa kesejahteraan, Nabi Muhammad saw sudah memberi contoh untuk selalu bekerja keras dalam menjalankan hidup.
4. Nabi Muhammad saw sudah memberi contoh untuk mengubah keadaan masyarakat kearah yang lebih baik. Pola masyarakat yang berkembang pada masa Nabi saw, diantaranya:
a. Seluruh anggota masyarakat Islam mengakui adanya keragaman baik dalam kehidupan sosial politik maupun agama
b. Mereka hidup secara bersama, bersaudara, serta bisa menjalin kerja sama social
c. Bermusyawarah dan berpartisipasi dalam memecahkan segala persoalan
d. Menegakkan hukum dan keadailan secara merata bagi setiap orang.
e. Menumbuhkan tanggungjawab bersama
f. Menegakkan amar ma’ruf dan nahyi munkar
g. Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hidup di wilayah Madinah

Kisah Siti Masithah

Suatu ketika tukang sihir anak Raja Fir’aun yang bernama Mashithah sedang asyik menyisir rambut anak sang raja. Akan tetapi, tiba-tiba sisir yang digunakannya jatuh. Dengan spontan, Mashithah mrengucapkan Bismillahi, dengan menyebut nama Allah.
Mendengar ucapan yang terlentar dari mulut Mashithah, sang putri kemudian bertanya, “Wahai Mashithah apa yang tadi kamu katakan? Bukankah Tuhan kamu adalah ayahku? Mengapa engkau menyebut Tuhan lain selain Fir’aun?
Dengan tegas Mashithah menjawab, “Wahai Tuan Putri sesungguhnya Tuhan kamu semua adalah Allah swt, bukan ayah Tuanku?
Putri pun mengatakan, “Wahai Mashithah, perbuatan kamu ini nanti akan aku laporkan kepada Ayahanda. Dengan penuh keyakinan dan Iman yang mantap, Mashithah menjawab, “Silahkan Tuan Putri laporkan apa yang Tuan Putri dengar.”
Akhirnya Fir’aun memanggil Mashithah seraya menanyakan apa yang telah ia katakana kepada anaknya. Apakah benar atau salah. “Benar Tuan Raja, “ Jawab Mashithah. Fir’aun pun memberi tawaran yang kedua supaya Mashithah mengakui bahwa Fir’aun adalah Tuhannya. Mashithah tetap dengan pendiriannya.
Fir’aun pun marah maka, semua keluarga Siti Masyitoh di kumpulkan Fir’aun memulai pengadilannya. “Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulkah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkan keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tetap sebelum mashithoh dan kelaurganya dimasukkan ke dalam belanga besar siti masithah meminta agar tulang-tulangnya nanti dikuburkan, dan permintaan itu dikabulkan oleh fir’aun. Setelah itu, Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suaminya, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu”, sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Bersabarlah, wahai ibuku! Janganlah engkau merasa bimbang dan ragu-ragu! Sesungguhnya Allah selalu bersama kita, wahai ibuku.” melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqomah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga mereka tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Ketika Nabi Muahammad saw isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu Jibril ?” tanya Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh” jawab Jibril.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.

Minggu, 14 November 2010

Air ZamZam

Air zamzam berasal dari mata air zamzam dibawah tanah, sekitar 20 meter disebelah Tenggara Ka'bah. Mata air atau sumur ini mengeluarkan Air Zamzam tanpa henti. Diamanatkan agar sewaktu minum air zamzam harus dengan tertib dan membaca niat. Setelah minum air zamzam kita menghadap ka'bah.

Sumur zamzam mempunyai riwayat yang tersendiri. Sejarahnya tidak dapat dipisahkan dengan istri Nabi Ibrahim as, yaitu Siti Hajar dan putranya Ismail as. Sewaktu Ismail dan Ibunya hanya berdua dan kehabisan air untuk minum, maka Siti Hajar pergi ke Bukit Safa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali. Namun, tidak berhasil menemukan air setetespun karena tempat ini hanya merupakan lembah pasir dan bukit-bukit yang tandus dan tidak ada air dan belum didiami manusia selain Siti Hajar dan Ismail.

Penjelasan tentang sejarah ini adalah sebagai berikut. Saat Nabi Ibrahim as, Diti Hajar dan Ismail tiba di Makkah, mereka berhenti di bawah sebatang pohon kering. Tidak berapa lama kemudian Nabi Ibrahim as meninggalkan mereka. Siti Hajar memperhatikan sikap suaminya yang mengherankan itu lalu bertanya:"Hendak kemanakah engkau Ibrahim?","Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua ditempat yang sunyi dan tandus ini?". Pertanyaan itu berulang kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun. Siti Hajar bertanya lagi:"Apakah ini memeng perintah dari Allah?" Barulah Nabi Ibrahim menjawab,"Ya". Mendengar jawaban suaminya yang singkat itu, Siti Hajar gembira dan hatinya tentram. Ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Sedangkan waktu itu, Nabi Ismail mesih menyusui.

Selang beberapa hari, air yang dari Nabi Ibrahim habis. Siti Hajar berusaha mencari air disekeliling sampai mendaki Bukit Safa dan Marwah berulang kali sehingga kali ketujuh (terakhir) katika dampai di Marwah, tiba-tiba terdengar oleh Siti Hajar suara itu adalah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air Zamzam.

Air zamzam yang merupakan berkah dari Allah swt, mempunyai keistimewaan dan keberkatan dengan izin Allah swt, yang bisa menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga serta mengenyangkan perut yang lapar. Keistimewaan dan keberkatan itu disebutkan pada hadits Nabi, yaitu "Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda:"sebaik-baik air di muka bumi ialah air zamzam merupakan makanan yang mengenyangkan dan penawar bagi penyakit.

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Allah yang maha bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al-Qur'an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman_Nya, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan 'Ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S Al-Isra:23).

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal sholeh yang mulia bahkan disebutkan berkali-kali dalam Al-Qur'an tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Allah Ta'ala berfirman "Sembahlah Allah dan jangnlah kamu mempersekutukan_Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang Ibu Bapak." (Q.S An-Nisa:36. Didalam ayat ini perintah berbakti kepada orang tua dibandingkan dengan amal yang paling utama yaitu Tauhid, maka ini menunjukkan bahkan amal ini pun sangat utama disisi Allah 'Azza wa Jalla. Begitu besarnya martabat mereka dipandang dari kacamata syari'at. Nabi mengutamakan bakti mereka atas jihad fi sabilillah, Ibnu Mas'ud berkata: "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, 'Amalam apakah yang paling dicintai Allah?' Beliau menjawab, 'Mendirikan sholat pada waktunya, 'Aku bertanya kembali, 'Kemudian apa?' Jawab Beliau, 'berbakti kepada orang tua,' lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, 'Kemudian?' Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah." (HR. AL Bukhori). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi sabilillah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar pula.

Wahai saudaraku, Rasulullah menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Allah. Dalam hadits Abi Barkah, beliau bersabda: "Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar?" para sahabat menjawab, "Tentu." Nabi bersabda." (Yaitu) berbuat syirik, durhaka kepada kedua orang tua." (HR. Al-Bukhari).

Membuaat menangis orang tua juga terhitung sebagai perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu Umar menegaskan: "Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar?" (HR.Bukhari).

Allah pun menegaskan dalam surah Al-Isra bahwa perkataan "uh" atau "ah" terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.

Sekarang kita ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua? Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah swt, akan tetapi bagaimana sikap kita dalam menolak itu pun harus dengan cara yang baik tidak serampangan. Bersegeralah kita minta maaf pada keduanya, karena ridho Allah swt tergantung pada ridho kedua orang tua.

Jumat, 05 November 2010

PENDIDIKAN JASMANI

1. Pengertian
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional2.

2. Tujuan Pendidikan Jasmani
1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani
1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

4. Gerak sebagai kebutuhan anak
Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa.
Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya.
Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarn

5. Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani Dan Pendidikan Olahraga
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama

TANGGUNG JAWAB ORANGTUA, MASYARAKAT DAN NEGARA DALAM DUNIA PENDIDIKAN

A. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS.At-Tahrim:6).
Dengan ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman, bahwa semata mata beriman saja belumlah cukup. Iman harus dipelihara,
dirawat dan dipupuk dengan cara menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tanga dari api neraka.
Ketika menafsirkan ayat ini Al-‘Allamah Ibnu Katsir menukilkan penjelasan para ahli tafsir baik dari generasi sahabat maupun tabi’in, sebagai berikut: Ali Radhiallahu ‘anhu ketika menjelaskan kalimat “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” berkata, “Didiklah mereka dan ajarlah mereka”. Ibnu Abbas berkata, “Taatlah kepada Allah, jauhilah perbuatan maksiat dan perintahkan keluargamu untuk selalu dzikir (ingat kepada Allah), maka Allah akan menyelamatkanmu dari api neraka.” Qotadah berkata, “Hendaknya engkau perintahkan keluargamu untuk mentaati Allah, engkau larang mereka berbuat maksiat, engkau layani mereka dengan ketentuan-ketentuan Allah dan engkau perintahkan serta engkau Bantu mereka untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah. Apabila engkau melihat mereka berbuat maksiat maka celalah dan hardiklah mereka.”
Adl-Dlahak dan Muqatil berkata, “Setiap orang Islam berkewajiban untuk mengajar keluarganya baik kerabatnya maupun pembantunya tentang apa-apa yang diwajibkan oleh Allah dari apa-apa yang dilarang-Nya.” Selanjutnya Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna ayat ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Perintahkanlah anak untuk shalat ketika telah mencapai umur tujuh tahun dan apabila mencapai umur
Menurut Sayyid Sabiq, memelihara diri dan keluarga termasuk anak dari neraka adalah dengan pendidikan dan pengajaran, kemudian memperhatikan perkembangan mereka agar berakhlak mulia dan menunjukkan kepada mereka hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan. Dengan demikian jelaslah betapa pentingnya pendidikan menurut Islam. Oleh karena itu siapa saja yang mendidik anak sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, ia akan mendapatkan pahala sedang siapa saja yang tidak memberikan pendidikan anak sebagaimana mestinya, ia akan mendapat siksa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang diantara kamu yang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan kemudian mendidik mereka dengan sebaik-baiknya kecuali ia akan masuk surga.” (HR.At-Tirmidzy dari Abu Said Al-Hudri)
Imam Al-Ghazali berkata, “Anak itu amanah Allah bagi kedua orangtuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia menerima setiap yang dilukiskan, cenderung ke arah apa saja yang diarahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan diakhirat. Kedua orangtuanya semua gurunya, pengajar dan pendidiknya sama-sama mendapat pahala. Dan jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan diabaikan sebagaimana mengabaikan hewan, ia akan celaka dan rusak, dan dosanya menimpa pengasuh dan orang tuanya.” Pendidikan yang baik merupakan pemberian terbaik orangtua kepada anak, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama dari pada pendidikan yang baik.” (HR.At-Tirmidzy)
Disamping itu pendidikan yang baik juga merupakan wujud kasih saying orang tua kepada anak, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Sulaiman, Malik bin Al Haris berkata, “Kami pernah mendatangi nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bermukim selama dua puluh malam. Beliau mengerti bahwa kami sangat menyayangi keluarga kami sehingga beliau menanyakan apa yang kami tinggalkan untuk keluarga kami. Kemudian kami menceritakan bahwa kami tidak meninggalkan apa-apa, lalu dengan lemah-lembut dan penuh kasih sayang beliau berkata, “Kembalilah kalian kepada keluarga kalian, ajarlah mereka dan perintahkanlah mereka shalat…” (HR. Al-Bukhari)
Adapun pendidikan yang harus diberikan oleh orangtua sebagai wujud tanggung jawab terhadap keluarga adalah:
1. Pendidikan Agama
Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hokum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an. Al-Ghazali berkata, “Hendaklah anak kecil diajari Al-Qur’an hadits dan sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam.”
2. Pendidikan Akhlaq
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.”(HR.Baihaqi). Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.
3. Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-baik pengisi waktu bagi wanita beriman adalah memintal. Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.”(HR Ad-Dailami)
Diriwayatkan bahwa setelah seluruh negeri Irak dibebaskan oleh shahabat Saad bin Abi Waqqash, beliau membuat rencana (maket) pembangunan kota Kuffah. Setelah maket itu diajukan kepada Khalifah Umar bin Al-Khattab beliau sangat menyetujui. Hanya beliau tambah bahwa disamping mendirikan masjid Jami’, hendaklah disediakan tanah lapangan tempat para pemuda berolah raga, latihanperang seperti melempar tombak, memanah, bermain pedang dan menunggang kuda. Di antara ucapan beliau yang terkenal ialah “Ajarkanlah kepada anak-anak kamu berenang dan memanah, hendaklah mereka dapat melompat ke punggung kuda sekali lompat”.
4. Pendidikan Akal
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. (QS. Al-Baqarah : 31)
5. Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong dan tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan ukhuwwah Islamiyah sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih sayang sesama muslim dengan sebatang tubuh, apabila salah satu anggota badannya sakit, maka yang lain ikut merasakannya. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya sejak dini.
Seluruh aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orangtua dapat dijadikan teladan bagi anak-anaknya di samping harus berusaha secara maksimal agar setiap dia melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya dapat melakukan seperti yang dia lakukan. Hal inilah yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah keluarganya.
Diriwayatkan oleh Muslim bahwa apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengajarkan shalat witir (tahajud yang diakhiri dengan witir) beliau membangunkan isterinya (Aisyah). “Bangunlah dan berwitirlah hai Aisyah”. Dalam riwayat lain beliau bersabda:“Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun pada sebagian malam lalu dibangunkannya keluarganya. Kala dia tidak mau bangun dipercikkannya air di mukanya. Dan Allah merahmati seorang perempuan yang bangun pada sebagian malam lalu dibangunkannya suaminya. Kalau dia tidak mau bangun dipercikkanya di mukanya.” (HR.An-Nasai). Dengan keteladanan inilah orang tua akan mempunyai pengaruh wibawa dan disegani di tengah-tengah keluarganya sehingga terwujudlah keluarga sakinah yang dihiasi dengan dzurriyah thoyibah (keturunan yang baik dan berkualitas) yang menjadi dambaan semua manisia.

B. Tanggung Jawab Masyarakat Dalam Pendidikan
Masyarakat sebagai salah satu dari lingkungan pendidikan memiliki tanggung jawab dan peran yang sangat urgen dan penting dalam upaya membina dan mendidik anak. Karena mereka bersosialisasi ditengah-tengah masyarakat, dimana nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang didalamnya ikut berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan mereka. Dengan orientasi pendidikan terhadap anak mengalami proses pergeseran juga.
Menurut Dr. H. Ahmad Watik Pratiknya, dewasa ini ditengah-tengah kehidupan masyarakat kita terdapat tiga kecenderungan utama yaitu : loncatan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, proses ledakan informasi, dan proses globalisasi diberbagai aspek kehidupan.
Dengan demikian, pendidikan ditengah-tengah masyarakat perlu membekali anak didik dengan kesadaran informasi, dimana dalam mengembangkan kegiatan pendidikannya pada anak hendaknya meninggalkan pola proses transfer dan lebih menggunakan proses transformasi, yaitu proses yang meletakan proses pendidikan anak sebagai objek dan sekaligus subjek pendidikan.
Kedudukan masyarakat dalam menunjang program pendidikan sangatlah penting. Masyarakat harus berperan serta dalam memajukan pendidikan, bersama-sama para Pembina pendidikan mencari solusi demi memajukan sistim pendidikan kita.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, yang terpenting adalah bahwa masyarakat itu sendiri harus menyadari, siapapun kita harus mengajak orang untuk kebaikkan dan mencegah kemunkaran. Jadi kewajiban kitalah sebagai pembimbing agar anak-anak terhindar dari berbagai penyelewengan dan kehinaan, juga melalui kasih sayang yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat juga harus berfungsi sebagai sarana membina, apabila menghadapi orang yang membiasakan berbuat buruk, dan kalaupun harus diberi hukuman, sebagai pembina harus memilih kiat -kiat yang menjadikan hukuman tersebut efektif.
Masyarakat sangat berkepentingan mendidik dan membina kaum muda. Bersama -sama mewujudkan kebaikkan, kebajikkan dan keadilan, karena itulah masyarakat yang peduli khususnya para pembina harus memperkenalkan mereka pada berbagai strategi yang dapat mencegah mereka dari perbuatan yang sia-sia. Konsep Pendidikan harus mampu membawa anak didik pada makna kasih sayang yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga dan lingkungan berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan moral anak. Karena itu, semua pihak umumnya dan pemerintah khususnya seharusnya turut bertanggung jawab menjaga moral masyarakat. Pemerintah harus lebih serius dalam masalah pendidikan.
Pendidikan adalah faktor utama dalam membangun kepribadian seseorang. Bangsa ini akan lebih maju dan berjaya apabila masyarakatnya mempunyai moral dan berpendidikan yang berkualitas. Saat ini ada puluhan ribu bahkan jutaan anak yang tidak mampu mengecap pendidikan karena keterbatasan biaya, bahkan tidak mampu membayar biaya sekolah, seharusnya ini menjadi program khusus pemerintah, ini tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dalam UUD 45 disebutkan bahwa anak-anak yatim dipelihara oleh Negara, tetapi kenyataannya Negara belum melaksanakan kewajiban tersebut.
Tugas membina dan mendidik anak yatim sebagian diambil alih oleh masyarakat dengan membuat lembaga-lembaga yatim piatu dan lain sebagainya. Kita kalah bersaing dalam hal pendidikan dengan negara-negara lain, bahkan di Asia sekalipun, Indonesia tidak termasuk dalam 100 peringkat terbaik. Bahkan dengan Vietnam pendidikan Indonesia tertinggal jauh. Ini disebabkan pemerintah kurang memprioritaskan masalah pendidikan di program-programnya di era global ini., oleh karena itu, perlu ada kerjasama yang baik antara pemerintah, instansi-instansi swasta dan juga masyarakat. Dengan kerjasama yang baik diharapkan mendapatkan hasil yang baik pula, walaupun ini membutuhkan waktu yang lama, tetapi dengan tekad, kemauan serta semangat yang tiada henti, Insya Allah pendidikan di Indonesia bisa bangkit sehingga dapat bersaing dengan Negara-negara maju.
Menurut para pakar, diantaranya adalah Abdurrahman Al Banni, ada beberapa unsur untuk dijadikan sebagai konsep pendidikan yaitu :
- Menjaga dan memelihara.
- Mengarahkan potensi dan bakat agar mencapai kebaikkan dan kesempurnaan. Seluruh proses diatas itu dilakukan secara bertahap.
Dari pengertian-pengertian dasar diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
Pertama, Pendidikan merupakan kegiatan yang betul-betul memiliki tujuan sasaran dan target.
Kedua, Pendidikan yang sejati dan mutlak adalah Sang Maha Kuasa. Diatas pencipta fitrah, pemberi bakat, pembuat berbagai contoh perkembangan, peningkatan dan interaksi fitrah sebagaimana dia pun mengatur semua aturan guna mewujudkan kesempurnaan, dan kemaslahatan.
Ketiga, Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang menbawa arah dari suatu perkembangan ke perkembangan lainnya.

C. Tanggung jawab Negara dalam dunia pendidikan
Dalam perjalanan sejarah peradaban dunia, kedudukan lembaga pendidikan terutama sekolah, sangatlah strategis dan menentukan. Di lembaga sekolah itu lah berbagai kemampuan, nilai dan sikap, disosialisasikan dan dibudayakan.
Atas dasar pemikiran ini negara-negara itu sekarang menjadi negara maju. Contohnya Amerika Serikat dengan tokohnya Thomas Jefferson, Jerman dengan tokohnya Otto Von Bismark, Jepang dengan Meiji-nya. Ketiga negara tersebut telah menetapkan pendidikan sebagai landasan pembangunan bangsa.
Negara-negara maju itu umumnya berpegang pada paradigma "To Build Nation Build School". Karenanya, dalam rangka mewujudkan upaya mencerdaskan bangsa dalam pengertian yang telah diuraikan, para pendiri republik menetapkan kewajiban pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional seperti yang tertuang pada pasal 31 ayat 2 Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Pertanyaannya adalah, pendidikan nasional seperti apa yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa? Jawaban singkatnya: pendidikan yang bermakna proses pembudayaan. Pendidikan yang demikian akan dapat memajukan kebudayaan nasional Indonesia .
Dalam pembukaan UUD 1945, jelas tertera bahwa tujuan pendirian negara adalah untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari kutipan tersebut, nampak jelas bahwa pemerintah negara republik adalah pemerintah yang menurut deklarasi kemerdekaan harus secara aktif melaksanakan misi tersebut. Di antaranya, dengan memajukan kesejahateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lalu bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di Indonesia?

Sejak jaman Orde Baru, ketentuan pasal 31 UUD 1945 terutama ayat 2, mulai ditinggalkan. Mulai lahir doktrin baru bahwa penyelenggaraan pendidikan dalam arti pembiayaan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua.
Sejak saat itu masuk SD pun dikenakan SPP atau membayar. Sedangkan sebelumnya masuk Universitas Negeri pun hampir tak membayar. Pada periode Orde Lama --walau keadaan ekonomi belum berkembang-- setiap universitas negeri malah dilengkapi dengan perumahan dosen dan asrama mahasiswa.
Pelajar dan mahasiswa calon guru juga diberi ikatan dinas. Semuanya dilakukan karena para pendiri republik masih memimpin. Pemerintah negara saat itu memahami makna yang terkandung dalam pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 terutama pasal 31.
Atas kenyataan itu, MPR RI berupaya mempertegas makna yang terkandung dalam pasal 31 UUD 1945 dengan mengamandemen menjadi 5 ayat. Salah satu isinya adalah setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.Hal lainnya, pemerintah diminta mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Aspek lainnya, negara diminta memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen.
Indonesia sendiri, apa boleh buat, adalah negara yang paling berani untuk tidak meningkatkan dana pendidikan. Sedangkan semua negara di dunia, terutama Cina dan negara-negara Eropa, terus meningkatkan dana pendidikan. Ini dilakukan negara-negara itu dalam upaya menyaingi pendidikan Amerika.
Fakta paling ironis adalah, di tengah-tengah upaya semua negara meningkatkan dana pemerintah untuk membiayai pendidikan tinggi, terutama universitas, Indonesia justru mengesahkan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Aturan ini menetapkan bahwa hibah dari pemerintah untuk membiayai pendidikan tinggi minimal 30% dan dari mahasiswa 30%!
Lebih memprihatinkan lagi, dengan UU BHP ini, perguruan tinggi juga dianggap layaknya perusahaan. Perguruan tinggi dapat menyatakan dirinya pailit. Dan, hubungan kerja antara dosen dan BHP perguruan tinggi, diatur dalam bentuk kontrak kerja.
Akhirnya, pemerintah baru Indonesia tahun 2009-2014, diharapkan dapat benar-benar melaksanakan ketentuan tentang pendidikan dan kebudayaan yang tertulis dalam pasal 31 dan 32 UUD 1945, sesuai sumpah jabatan Presiden. Dan, tidak lagi mencari dalih dalam upaya: mengabaikan.